Super Blue Blood Moon Jangan Cuma Menyaksikan, Shalat Gerhana Bab Penting!
Kaitannya dalam dunia pendidikan tujuan pemebelajaran ini sangat cantik sekali lantaran di latarbelakangi fenomena alam yang nyata. Namun praktek pembelajaran ini jangan hingga di salah artikan khususnya bagi pendidik maupun siswa, jangan hingga hanya terpancing untuk menyaksikan dan menikmati fenomenanya saja. Bagian yang terpentingnya yaitu menjelaskan fenomena "Super Blue Blood Moon" serta mengajarkan kepada siswa untuk melakukan shalat gerhana sebagai wujud mensyukuri anugerah dan mengagumi kebesaran Tuhan. Dan inilah yang dimaksud surat himbauan itu.
Mengambil bab dari pendidikan abjad mengkombinasikan IPTEK dan IMTAQ sangat sempurna sebagai wujud pembelajaran terkini. Siswa akan mengerti fenomena "Super Blue Blood Moon" ini secara sains sekaligus mempunyai keyakinan religius yang mantap.
Sebagai acuan belajar, Anda sanggup mepelajari fenomena langkah super blue blood moon secara sains lebih lengkap di https://www.nasa.gov
Menurut NASA Super Blue Blood Moon merupakan Gabungan ketiga kejadian luar angkasa yang sangat langka itu yaitu supermoon ekstra besar, blue moon atau bulan biru, dan gerhana bulan total.
Fenomena Super Blue Blood Moon yang akan terjadi pada bulan purnama 31 Januari menjadi fenomena yang Istimewa lantaran 3 alasan, berikut 3 fakta berdasarkan sumber NASA:
- Super Blue Blood Moon ini yaitu yang ketiga dari serangkaian "supermoons," ketika Bulan mendekati Bumi di orbitnya - dikenal sebagai perigee - dan sekitar 14 persen lebih terang dari biasanya.
- Ini juga merupakan bulan purnama kedua bulan ini, yang umumnya dikenal sebagai "bulan biru." Bulan biru super akan melewati bayangan bumi untuk memberi pemirsa di lokasi yang sempurna gerhana bulan total.
- Sementara Bulan berada di bayangan bumi, akan ada warna kemerahan, yang dikenal sebagai "bulan darah."
Sumber video dari https://www.nasa.gov/feature/super-blue-blood-moon-coming-jan-31 Untuk menonton video NASA ScienceCast sebuah Trilogi Supermoon perihal supermoon pada tanggal 3 Desember 2017, Jan. 1, 2018, dan Jan. 31, 2018, klik di sini.
Puncak trilogi supermoon yang jatuh pada Rabu (31/1/2018) yaitu fenomena bulan super langka, yang terakhir terjadi pada 31 Maret 1866 atau 152 tahun lalu. Pada fenomena adonan langka nanti, bulan sedang memasuki fase supermoon di mana bulan berada di posisi paling akrab dengan bumi dalam orbitnya sehingga menciptakan bulan terlihat 14 persen lebih besar dan 30 persen lebih terang dari biasanya.
NASA mengungkapkan bahwa dua hari lagi, bulan akan berada di 223.068 mil dari bumi, atau bukan di titik biasanya, yaitu 238.855 mil.
Saat gerhana terjadi, cahaya bulan tersaring oleh atmosfer bumi yang menciptakan cahaya putih memantul jauh dari bulan sehingga cahaya merah atau jingga yang mirip warna merah darah tercermin di bulan. Di perkirakan selama 76 menit bulan benar-benar karam dalam bayang-bayang gelap bumi. Saat itu matahari, bulan, dan bumi akan sejajar. Baca lebih lengkap di http://jogja.tribunnews.com/2018/01/29/penjelasan-ilmiah-tentang-super-blue-blood-moon-fenomena-alam-yang-super-langka
Dengan mempelajari fakta-fakta fenomena gerhana bulan secara sains melalui sumber ilmiahnya siswa akan lebih berpikir rasional daripada harus mempercayai cerita-cerita mitos dari orang bau tanah terdahulu.
Dan parahnya mitos perihal gerhana bulan ini masih dipercayai hingga kini tidak hanya di negeri kita ini bahkan di negara lain pun sama. Beikut mitos gerhana bulan yang masih dipercayai di belahan dunia. Saya sadur sesuai aslinya dari https://tekno.tempo.co/read/897837/inilah-4-mitos-soal-gerhana-bulan-dan-matahari sebagai bab pembelajaran.
Bulan Disantap Batara Kala. Dalam mitologi Jawa, Batara Kala (Kalaharu) yaitu raksasa jahat yang sangat kuat. Dia selalu membunuh manusia, terutama anak-anak, dan semua orang takut padanya. Diam-diam beliau terbang ke nirwana dan mencuri beberapa tetes air tirta amertasari, air keabadian. Batara Surya (Dewa Matahari) dan Batara Candra (Dewa Bulan) mengetahuinya dan segera melaporkan ke Batara Guru.
Batara Guru memerintahkan Batara Wisnu (Dewa Pemelihara Alam) untuk merebut kembali tirta amertasari. Kemudian Batara Wisnu mengambil senjata ampuhnya yaitu Chakra.
Ketika Batara Kala meminum Tirta Amertasari dan gres hingga ke kerongkongannya, Batara Wisnu keburu menebas batang leher Batara Kala dengan Chakra.
Batang badan Batara Kala melayang jatuh ke bumi, berubah menjadi menjadi lesung kayu. Sementara kepalanya melayang diangkasa, tetap hidup awet dikarenakan telah terlanjur meminum tirta amertasari. Dalam waktu-waktu tertentu, kepala tersebut memakan bulan.
Pantangan Bagi Perempuan Hamil. Di Indonesia, gerhana bulan maupun gerhana matahari, merupakan pantangan bagi wanita hamil. Gerhana dianggap memancarkan efek negatif bagi wanita hamil tersebut.
Karena itu, wanita yang sedang hamil diharuskan tetap berada di dalam rumah selama gerhana berlangsung. Kalaupun memaksa, pasti bayi yang dikandung akan lahir cacat. Entah itu bayi akan buta atau mempunyai bibir sumbing.
Makanan Terpapar Racun. Di India, ketika gerhana matahari atau gerhana bulan berlangsung, banyak orang akan menolak makan. Mereka juga menjauhi makanan yang belum dimasak.
Hal tersebut dilakukan atas dasar kepercayaan, makanan yang dimasak ketika gerhana terpapar racun. Mitos ini juga tumbuh di Jepang yang meyakini gerhana sebagai menunjukan penyebar racun.
Tanda Dewa Marah. Lain lagi dengan kepercayaan masyarakat Yunani kuno. Gerhana, khususnya gerhana matahari, dipercaya sebagai tanda kemarahan Dewa. Gerhana dipercaya sebagai tanda mulainya tragedi di bumi. Sebutan gerhana atau "eclipse" pun berasal dari bahasa Yunani kuno "Ekleipsis" yang berarti "ditinggalkan".
Dr. H. Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar, MA. menjelaskan fenomena gerhana dalam pandangan agama (Qur'an dan Hadist) http://www.islamaktual.net/2015/04/gerhana-menurut-al-quran-sunnah-dan
Terminologi gerhana dalam bahasa Arab ada dua istilah: (1) “al-khusuf”, berasal dari kata “kha-sa-fa” yang bermakna tertutup (khasafa, inkhasafa) dan hilang (ghaba), (2) “al-kusuf”, berasal dari kata ka-sa-fa yang bermakna bab dari langit (qath’an min as-sama’). Adakalanya kata “al-khusuf” dikhususkan untuk gerhana bulan, dan “al-kusuf” untuk gerhana matahari. Namun terkadang juga keduanya sanggup dipakai secara bersamaan.
Kata “khasafa” dan yang seakar dengannya disitir dalam beberapa ayat, antara lain:
Qs. al-Qashas [28] ayat 81,
“Maka Kami benamkanlah Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi….”
Qs. al-Qashas [28] ayat 82,
“Kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita, benar-benar Dia telah membenamkan kita”
Qs. al-Ankabut [29] ayat 40,
“Dan diantara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi”
Qs. Saba’ [34] ayat 9,
“Jika Kami menghendaki, pasti Kami benamkan mereka di bumi”
Qs. al-Mulk [67] ayat 16,
“Apakah kau merasa kondusif terhadap Allah yang (berkuasa) di langit bahwa Dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu berguncang?”
Qs. al-Qiyamah [75] ayat 7-9,
“Maka apabila mata terbelalak (ketakutan), dan apabila bulan telah hilang cahayanya, dan matahari dan bulan dikumpulkan”
Sementara itu kata “kasafa” atau yang seakar dengannya disebutkan antara lain:
Qs. asy-Syu’ara [26] ayat 187,
“Maka jatuhkanlah atas kami gumpalan dari langit, jikalau kau termasuk orang-orang yang benar”
Qs. ath-Thur [52] ayat 44,
“Jika mereka melihat sebagian dari langit gugur, mereka akan mengatakan, “itu yaitu awan yang bertindih-tindih”
Qs. ar-Rum [30] ayat 48,
“Allah, Dialah yang mengirim angin, kemudian angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit berdasarkan yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal, kemudian kau lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya, tiba-tiba mereka menjadi gembira.”
Beberapa ayat di atas yang memakai kata khasafa beserta pecahannya seluruhnya bermakna “hilang”, “terbenam”, “tertutup” dan makna-makna lainnya. Pada keseluruhannya, ayat-ayat ini mengisahkan mengenai kesombongan Qarun. Sementara itu Qs. al-Qiyamah [75] ayat 7-9 sepertinya yaitu yang cukup akrab mengindikasikan kepada fenomena gerhana yang dimaksud. Al-Baghawi dalam tafsirnya menjelaskan kata “wa khasafa al-qamar” (dan apabila bulan telah hilang cahayanya) sebagai gelap dan hilangnya sinar dan cahaya bulan. Sementara itu Ibn Katsir (w. 774/1372) menjelaskan kata “fa idza bariq al-bashar” (maka apabila mata terbelalak), sebagai mata yang terkagum, terpesona, sekaligus mengherankan beserta hal-hal luar biasa lainnya tatkala melihat fenomena itu yang mana hal ini terjadi pada hari kiamat.
Sementara itu al-Qurthubi (w. 671/1272) memberi penafsiran bermacam-macam terhadap ayat “wa khasafa al-qamar”. Dari sejumlah penafsirannya antara lain al-Qurthubi memberi isyarat bahwa kata “khasafa” sebagai gerhana yang terjadi di dunia. Hal ini didukung pula oleh Qs. al-Qashas [28] ayat 81 “fa khasafna bihi wa bidarihi al-ardh…” (maka kami benamkanlah Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi).
Gerhana dalam Sunnah
Sejatinya Hadits-Hadits mengenai gerhana sangat banyak. Namun bila diperhatikan seluruh Hadits-Hadits itu pada mulanya menerangkan mengenai ajal Ibrahim putra Rasulullah SAW. Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim disebutkan:
“Bersabda Nabi SAW: Sesungguhnya matahari dan bulan yaitu dua tanda dari kebesaran Allah, “keduanya tidak mengalami gerhana lantaran ajal seseorang dan tidak pula lantaran hidupnya” (Muttafaq ‘alaihi).
“Dari Mughirah bin Syu’bah, ia berkata: telah terjadi gerhana matahari dizaman Nabi SAW pada hari wafatnya Ibrahim (putra Nabi SAW). Manusia berkata: “tertutupnya matahari (gerhana) itu lantaran wafatnya Ibrahim”. Maka Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya matahari dan bulan tidak tertutup (gerhana) lantaran matinya seseorang, bukan pula lantaran hidupnya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Dua Hadits ini -dan masih ada banyak lagi lainnya- menjelaskan mengenai terjadinya fenomena gerhana di zaman Nabi SAW. Bahwa keduanya dikaitkan dan atau bertepatan dengan wafatnya putra Rasulullah SAW yang berjulukan Ibrahim. Namun secara terperinci kedua Hadits ini menginformasikan bahwa segarisnya matahari dan bulan merupakan syarat sekaligus menunjukan terjadinya gerhana.
Hadits baginda Nabi SAW di atas juga memperlihatkan kepada kita bahwa gerhana bukan semata fenomena alam biasa. Gerhana merupakan fenomena alam yang memang Allah kehendaki sebagai salah satu tanda kebesaran-Nya. Syaikhul Islam Ibn Taimiyah (w. 728/1327) dalam “ar-Radd ‘ala al-Manthiqiyyin” menjelaskan bahwa Hadits di atas merupakan bantahan terhadap praduga sebagian insan yang berfaham bahwa tertutupnya matahari ketika itu dikarenakan wafatnya Ibrahim putra Rasulullah SAW.
Memang merupakan fakta bahwa wafatnya Ibrahim pada ketika itu bertepatan ketika matahari dalam keadaan tertutup (alias terjadi gerhana). Maka dalam hal ini Nabi SAW menjelaskan secara tegas bahwa gerhana itu bukan yang menjadi alasannya yaitu wafat putranya atau siapapun. Nabi SAW menjelaskan bahwa hal ini semata merupakan tanda kebesaran Allah yang memberi rasa takut kepada hamba-hamba-Nya.
Mengenalkan fenomena gerhana melalui dongeng akan memebuat mereka bodoh. Mempalajari fenomena gerhana secara sains tanpa pemberian dari keimanan akan menciptakan mereka menjadi sombong. Seperti yang sudah saya singgung diatas bab terpenting yaitu memahamkan siswa secara menyeluruh baik dari segi sains maupun dari segi agama sebagai wujud mengagumi kebesaran Tuhan.
0 Response to "Super Blue Blood Moon Jangan Cuma Menyaksikan, Shalat Gerhana Bab Penting!"
Posting Komentar